...
Konon, sepi itu membunuh, menghimpit paru-parumu terlalu kencang,
sampai kau lupa bagaimana caranya bernafas. Ujung dadamu selalu terasa
kian sesaknya, hingga terkadang kau tak sadari, matamu sudah berkabut,
yang pada akhirnya berlumuran air mata. Sungguh, sepi tak pernah bisa
terasa sederhana, kerap kali membuatmu meradang, dan selalu saja
mempecundangimu, dengan cara seperti itu.
Sulit memang jika Tuhan sudah punya keinginan, Dia tak pernah bisa
bersabar. Dan sukar bagimu untuk menang, saat kau berurusan dengan
takdir, karena takdir sama sekali tak bisa menunggu. Kau hanya bisa
duduk manis menerimanya, dipaksa merasakannya, dan kau sangat sadar,
kalau kau tak mampu mengubah apapun didalamnya. Takdir hanya bisa
memberimu pesan, bahwa dunia bukanlah tempat, dimana semua keinginan
bisa terwujud.
Inilah Tuhan, sang maha pengasih, lagi maha penyayang, tapi disatu
sisi, Dia terbukti maha kuat. Saking kuatnya, hanya dalam hitungan
detik, dia bisa membuatmu tersungkur, jatuh kedalam jurang kepedihan,
mencabik sedikit demi sedikit dinding-dinding jiwamu, yang semakin lama
semakin terlihat ringkih.
Melanjutkan hidup, tentu saja, karena memang hidup pasti akan
berlanjut dengan sendirinya. Hanya saja, hidup ini tak cukup hanya
sekedar untuk dilanjutkan, tapi juga patut dirayakan. Dan kepergianmu,
membuat segalanya menjadi sulit, dan kerap kali membuatku bertanya,
bagaimana caranya merayakan hidup, saat kau berada dititik ini, titik
dimana Tuhan telah membuat kita bermandi jarak, berpeluh sepi, dan terus
terbenam dalam kekosongan.
Kaulah rindu itu, sesaat dalam pelukan, lalu kini melepas pergi,
sementara aku masih ingin sekali menari. Sialnya, hidup harus terus
berjalan, bergerak dan terus melaju dengan congkaknya. Dan kini, akupun
terpaksa harus sekarat dihadapan kenyataan.
_Muhadkly Acho
0 comments:
Posting Komentar