0

Tentang Kamu dan Harapan Bisu

.


       Ada tawa yang pecah saat lukaku kembali basah. Tapi, diam-diam semesta sedang mengais secarik harapan yang masih tersisa, dari lembaran usangnya. Yang selalu mengharapkan kau mengerti akan alur cerita yang dibuatnya. Di hujan malam ini, bulir-bulir airnya mengisyaratkan sebuah kesedihan. Tentang air mata yang mengalir ke pusara, bukan untuk kau ulang, namun untuk kau tertawakan, nantinya.


       Kamu. Adalah harapan itu. Sebuah nyanyian Tuhan tentang kebahagiaan, bahwa semuanya pasti ada ujungnya, kesedihan pun. Tuhan itu pencinta keseimbangan. Itu alasan mengapa kau datang, yang bahkan dengan sangat tiba-tiba. 


       Semoga kau lekas mengerti, tentang alasan adanya barisan aksara ini. Sebuah frasa biru yang beraroma pilu, yang akhirnya menjadi muara setiap bait doaku, akan kamu. Aku tahu, mungkin tidak mudah untuk mencapaimu, tapi jika mudah, itu pilihan, bukan tujuan atas semua harapan. Entah.

       Kepalaku terasa mau pecah, disetiap sudutnya ada goresan tentangmu. Belum lagi dadaku, buncahan kebahagiaan setiap kali ada namamu dalam alunan detik jam yang bisu. Dan bibirku pun kaku, setiap kita mulai pembicaraan, tentang hal yang bukan tentang kita. Namun, aku mulai menikmati setiap detail keganjilan ini. Semua terasa sempurna, lagi.

       Kamu tahu? Asaku ranum dipelupuk tawa kita. Rinduku meluap setiap aku dengar cerita tentangmu, tentang hari-harimu. Tulisan-tulisanku kembali bernyawa. Bukan tentang kesunyian, bukan tentang air mata, bahkan kesedihan, mungkin sudah berlalu. Semuanya tentang kamu.

       Rasa ini tak pernah salah, pun Tuhan. Aku hanya mampu menuliskannya, yang bahkan hujan pukul dua belas malam ini mengiyakan. Masih ada tanya yang belum terjawab. Semoga kau akan menjadi tempatku pulang, tempat dimana semua keakuanku bermuara. Semoga.




Dalam lantunan doa, 29 September 2013.


0

Beberapa Hal yang Mesti Kau Catat lalu Kau Baca saat Merasa Sendiri

.


Ada yang diam-diam ingin disapa olehmu. Percayalah.

Ada yang mengharap pertemuan kedua, setelah matamu mendarat di matanya, tanpa aba-aba. Ada yang setiap hari terbangun buru-buru, demi sebuah frasa ‘Selamat pagi’ dari bibirmu. Ada yang tak pernah berhenti mencatat. Sebab, setiap kalimatmu adalah peta. Ia tak mau tersesat.

Ada mata yang berbinar sempurna dalam tunduk sipu, tiap kau sebut sebuah nama, miliknya. Ada yang mengembangkan sesimpul lengkung di bibirnya, di balik punggungmu, malu-malu. Ada yang memilih terduduk saat jarakmu berdiri dengannya hanya beberapa kepal. Lututnya melemas, tiba-tiba. Ada yang tak pernah melepas telinganya dari pintu. Menunggu sebuah ketukan darimu.

Ada yang dadanya terasa berat dan kau tak pernah tahu, saat kau tak tertangkap matanya beberapa waktu. Ada yang pernah merasa begitu utuh, setelah kaki-kaki menjejak jauh darinya. Sekarang, runtuh.

Ada yang diam-diam mendoakanmu, dalam-dalam.

Percayalah.




oleh Ndigun dalam Opera Aksara
Back to Top