5

Ksatria Terbaikpun Berhak untuk Berdarah

.
Tak adil rasanya, jika aku harus menghindari perih, yang jelas-jelas sudah menunggu didepan pintu. Tak perlu rasanya mencari keramaian, menyingkirkan barang-barang, atau bahkan menghapus setapak demi setapak, jejak yang pernah kau toreh disini. Semua itu hanya akan menguras tenaga, mengoyak hati, bahkan celakanya, terasa hanya seperti membodohi diri sendiri. Karena semakin kuat kau berusaha membuang kepedihan itu, semakin cepat dia berlari kearahmu, untuk kembali menghantam, dengan benturan yang dua kali lipat lebih keras rasanya.
Jadi duduk sajalah, menangis sajalah sekeras yang kau bisa. Nikmatilah setiap lekuk perih yang meluluhlantakkan rongga-rongga jiwamu, menelusuk hingga relung nafas yang terdalam. Tak perlu kau berlindung dibalik tirai keramaian, karena memang niscaya tak ada yang bisa mengelak dari kepedihan, bahkan ksatria terbaik pun berhak untuk berdarah.
Kau memang telah pergi, tapi tak seberapa jauh, kita hanya terpaut ruang dan dimensi, yang sebenarnya tak lebih jauh dari pelupuk mataku. Konon, keindahan itu hanya bisa terlihat saat kau terpejam. Jadi, kapanpun aku membutuhkanmu, aku hanya perlu memejamkan mata sejenak, menghirup nafas panjang, dan seketika itu pula, kau hadir dengan sejuta senyum yang begitu menenangkan.
Wahai seluruh perih, datanglah kalian malam ini, masuklah kedalam sini, koyak habis seluruh jiwa yang tersisa, karena bukan kepadamu aku menyerah. Dan saat kalian telah selesai, saat itulah aku akan bangun, untuk segera mengecup mimpi-mimpi.

Acho.
0

Kamu.

.



Selain luka,
ada yang lebih menyakitkan malam ini;
sebatang rindu,
dan 
secangkir ingatan tentangmu.


.
0

Tentang Kamu dan Harapan Bisu

.


       Ada tawa yang pecah saat lukaku kembali basah. Tapi, diam-diam semesta sedang mengais secarik harapan yang masih tersisa, dari lembaran usangnya. Yang selalu mengharapkan kau mengerti akan alur cerita yang dibuatnya. Di hujan malam ini, bulir-bulir airnya mengisyaratkan sebuah kesedihan. Tentang air mata yang mengalir ke pusara, bukan untuk kau ulang, namun untuk kau tertawakan, nantinya.


       Kamu. Adalah harapan itu. Sebuah nyanyian Tuhan tentang kebahagiaan, bahwa semuanya pasti ada ujungnya, kesedihan pun. Tuhan itu pencinta keseimbangan. Itu alasan mengapa kau datang, yang bahkan dengan sangat tiba-tiba. 


       Semoga kau lekas mengerti, tentang alasan adanya barisan aksara ini. Sebuah frasa biru yang beraroma pilu, yang akhirnya menjadi muara setiap bait doaku, akan kamu. Aku tahu, mungkin tidak mudah untuk mencapaimu, tapi jika mudah, itu pilihan, bukan tujuan atas semua harapan. Entah.

       Kepalaku terasa mau pecah, disetiap sudutnya ada goresan tentangmu. Belum lagi dadaku, buncahan kebahagiaan setiap kali ada namamu dalam alunan detik jam yang bisu. Dan bibirku pun kaku, setiap kita mulai pembicaraan, tentang hal yang bukan tentang kita. Namun, aku mulai menikmati setiap detail keganjilan ini. Semua terasa sempurna, lagi.

       Kamu tahu? Asaku ranum dipelupuk tawa kita. Rinduku meluap setiap aku dengar cerita tentangmu, tentang hari-harimu. Tulisan-tulisanku kembali bernyawa. Bukan tentang kesunyian, bukan tentang air mata, bahkan kesedihan, mungkin sudah berlalu. Semuanya tentang kamu.

       Rasa ini tak pernah salah, pun Tuhan. Aku hanya mampu menuliskannya, yang bahkan hujan pukul dua belas malam ini mengiyakan. Masih ada tanya yang belum terjawab. Semoga kau akan menjadi tempatku pulang, tempat dimana semua keakuanku bermuara. Semoga.




Dalam lantunan doa, 29 September 2013.


0

Beberapa Hal yang Mesti Kau Catat lalu Kau Baca saat Merasa Sendiri

.


Ada yang diam-diam ingin disapa olehmu. Percayalah.

Ada yang mengharap pertemuan kedua, setelah matamu mendarat di matanya, tanpa aba-aba. Ada yang setiap hari terbangun buru-buru, demi sebuah frasa ‘Selamat pagi’ dari bibirmu. Ada yang tak pernah berhenti mencatat. Sebab, setiap kalimatmu adalah peta. Ia tak mau tersesat.

Ada mata yang berbinar sempurna dalam tunduk sipu, tiap kau sebut sebuah nama, miliknya. Ada yang mengembangkan sesimpul lengkung di bibirnya, di balik punggungmu, malu-malu. Ada yang memilih terduduk saat jarakmu berdiri dengannya hanya beberapa kepal. Lututnya melemas, tiba-tiba. Ada yang tak pernah melepas telinganya dari pintu. Menunggu sebuah ketukan darimu.

Ada yang dadanya terasa berat dan kau tak pernah tahu, saat kau tak tertangkap matanya beberapa waktu. Ada yang pernah merasa begitu utuh, setelah kaki-kaki menjejak jauh darinya. Sekarang, runtuh.

Ada yang diam-diam mendoakanmu, dalam-dalam.

Percayalah.




oleh Ndigun dalam Opera Aksara
0

Pagi Yang Sempurna

.


Selamat pagi, Mata.
Apa aku terlambat mengucapkannya?

Pagi selalu sempurna untuk sebuah awal yang terjaga.
Harapan itu, dan segala apapun tentangmu.
Dulu, ada satu keajaiban yang membangunkanku dari ruang hampa,
dan kamulah orangnya.
Kini, aku masih percaya, akan ada keajaiban kedua.
Siapa lagi kalau bukan kamu muaranya.


Dear you, Emka.


.
0

Tentang Ketiadaan Kita

.


Apa kamu pernah mendengar cerita tentang senja?
Bersama luka yang selalu mengiringinya, berjalan pelan di bawah lampu kota.
Temaramnya meniadakan air mata yang mulai meluluhlantahkan cinta.

Apa kamu pernah mendengar cerita tentang angin malam?
Dia yang selalu berjalan sendirian, dengan tangisan-tangisan air mata senja yang kering sebab pengabaian.

Apa kamu pernah mendengar cerita tentang pagi?
Secangkir kopi, batang tembakau, dan angin malam yang selalu dilupakan, seakan tak pernah ada.

Apa kamu pernah mendengar cerita tentang kita?
Sebuah asa yang seharusnya tak ada.
Biarkan senja, angin malam, dan pagi yang mengingatkan ketiadaannya.

dan kamu,
tak perlu kamu tahu apa-apa.
Bahagia saja untukmu disana, semoga.




Kolong Malam, 30 Agustus 2013



0

Sebuah Catatan Pagi

.

Berbahagialah,
nikmati apa yang sudah kamu temukan.
Jika lukamu datang, kembalilah, ada aku yang akan menyembuhkan.
Lalu pergilah ulang, nikmati apa yang kembali kamu temukan; lagi.

Ada yang sedang tertatih pedih.
Dia yang masih setia mencintai lukanya.
Dia yang masih berharap pada kerelaan Tuhan di setiap penghujung doanya.
Menunggu sesuatu yang tak kunjung pulang.

Tidak ada yang aku takutkan akan kepergianmu,
sebab jika suatu hari engkau datang, lagi,
kamu tidak akan pergi terlalu jauh.


Sebuah pagi, Agustus 2013.

.
0

Untuk Seorang Gadis Berkacamata

.

      Di sebuah sore, kala senja tutup tirai. Saat lampu kota mulai menggantikan lelah peluh matahari. Klakson-klakson mobil yang membuat telinga pekak. Lelah putus asa menggantung di mata pengguna jalan. Di saat seperti itu, Tuhan mengirimkan kamu; seorang gadis berkacamata. Dengan mata tajam sempurna, rambut panjang terurai, jam tangan merah jambu, dan wajah khas oriental. Ah, sungguh aku lemah terhadapmu.

      Untuk seorang gadis berkacamata. Aku mulai kepayahan mencari cara untuk bisa mengenalmu. Buntu. Aku sangat pandai mengingat; tentang apa-apa yang pernah terjadi, terlebih pada cangkir kopi yang selalu menemani, setiap pagi. Tentang sore yang selalu dilewati dengan nyanyian peluh senja, dan tentang malam, yang dalam dekapannya, semua mimpi anak manusia dipeluknya. Namun apa, ketika tentangmu, otakku berhenti bekerja dan hatiku mati rasa.

      Untuk seorang gadis berkacamata. Mungkin tentangmu hanya secuil keajaiban yang coba Tuhan tunjukkan melalui hal yang tak dinyana, bahwa di tempat yang tidak biasa selalu ada hal yang luar biasa yag bisa Tuhan ciptakan. Kamu yang tak tersentuh. Kamu yang aku tak sempat bertanya nama indahmu. Kamu yang bermata indah. Kamu yang berkacamata.

      Untuk seorang gadis berkacamata. Semoga Tuhan sudah menyiapkan pertemuan-pertemuan kita selanjutnya. Jika tidak, setidaknya ukiran tentangmu sudah kuabadikan dalam tulisan. Bersama harapan semuku, aku menunggumu.


Disebuah senja sore, Agustus 2013.

.
0

Seusang Cangkir Kopiku

.


Tiba saatnya;
kau hanya bisa menatap cangkir kopimu dibawah rinai pagi,
dan membiarkan hujan menceritakan kecemasannya.


.
0

Akan Selalu Ada Yang Pertama



Akan selalu ada yang pertama,
Seperti apa yang sudah kau rasakan sendiri,
Atau yang hanya diberitakan oleh Ibu dan Ayahmu dulu.
Atau rasa yang kau kecap diam-diam untuk dengan segera kau artikan sebagai cinta.
Atau ketika kau mencoba rokok pertamamu kemudian bertemu candu, lalu memberitahukannya pada Ibumu.
Akan selalu ada yang pertama,
Seperti bibir yang saling bertemu dan kau bilang itu ciuman paling indah yang pernah kau rasakan. Padahal belum ada ciuman-ciuman sebelumnya.
Juga rengkuhan yang kau bilang rumahmu sebagai lengan, padahal hanya selewatan tangan mampir di pundak.
Akan selalu ada yang pertama,
Seperti apa yang menangisimu hingga hendak runtuh semestamu serta serakan perasaanmu di gunungan tisu.
Akan selalu ada yang pertama,
Seperti mencintai orang lain setelah kau memutuskan dirimu sudah punya kekasih, untuk kemudian kau tertangkap basah dan hubunganmu berakhir sudah.
Akan selalu ada yang pertama,
Seperti apa-apa yang kamu sangka tiada. Untuk kemudian kamu menyadari bahwa hanya karena sesuatu belum pernah kamu temui bukan berarti ia tidak ada.
Dan yang terakhir,
Akan selalu ada yang pertama,
Dimana telah kau temui dua, tiga, atau bahkan entah kali ke berapa.
Kau akan jatuh cinta pada orang yang sama, seperti pertama kalinya.

oleh Elwa, dalam Fragmen Dua Kepala.
0

Kepada Rinai Pagi

.

kepada kamu...
ijinkan pesakitanku sedikit bersandar,
dia sudah terlalu lelah, sendiri.


kepada rinai pagi...
tolong sampaikan pesan ini,
bahwa lukaku masih setia disini,
menunggu goresan tak bernama, selanjutnya.


.
0

Tentang Pelangi

.



Tolong jelaskan,

Adakah yang lebih setia dari sebuah pelangi?
dia yang tak pernah jera menunggu hujan reda.

Adakah yang lebih tabah dari sebuah pelangi?
Sejenak datang untuk meronakan hari,
lalu mengalah pergi untuk matahari.

Sedang kamu,
yang belum juga menyadari akan aku, disini.



.

Untuk Kamu

.


Adakah yang lebih ramai dari riuh tawa canda?
Ada. 
Dua cangkir kopi dengan kita yang saling memenjarakan kata, dan membiarkan mata kita saling bicara.

Adakah yang lebih sepi dari kesendirian?
Ada. 
Ketika dua manusia saling mencinta tanpa ada ‘kita’ diantaranya.

Adakah luka yang lebih menyakitkan dari putus asa? 
Ada.
Ketika bertahan adalah pilihan terakhir dalam air mata pesakitannya.

Adakah jalan yang lebih panjang dari jarak yang pernah ada?
Ada. 
Itulah kita.

Terima kasih sudah datang, lagi, dan pergi tanpa pamit, untuk kesekian kalinya.

Darimu, aku banyak belajar tentang rasa sakit.
Darimu, aku banyak belajar tentang mimpi.
Darimu, aku banyak belajar cinta,
iya, bahwa cinta memang tidak selalu harus memiliki.

Rasa itu masih sama. Bahkan getarannya. Apalagi kenyamanannya.
Hanya saja, rasa itu tak bernama, asing.
Pun bertuan, dia piatu sekarang, tak bernona.

Bahkan aku terlalu mencintai setiap pertemuan kita, walau selalu berujung sajak tak bernama.

Jaga diri kamu baik-baik. 
Sampai bertemu lagi, disuatu nanti yang kapan entah.

Jika esok kau datang lagi, 
semoga aku sudah siap, untuk pesakitan selanjutnya.




.
0

Asaku Patah, Lagi.

.


Asaku patah, lagi.


.
0

Mari Berjalan-Jalan, Nona.

.

Nona, sudahkah kau mengenali seluruh bagian tubuhmu?

Tahukah kamu?

Di kerling matamu aku pernah bersembunyi menyimpan senyum yang berserakan seperti remah roti.

Di jantungmu aku pernah menari-nari, detakmu yang menjadi iramanya, bertelanjang kaki.

Di kepalamu, aku pernah bermain ayunan, menelusuri prosotan meluncur dan turun d hati. Sesampainya di sana, ada trampolin. Aku melompat-lompat dengan riang dan begitu lelah hingga aku segera ke  lenganmu. Di situ hangat, aku suka.

Aku juga sering bermain di telingamu. aku mengalirkan suara dan membiarkannya menggema disana. Entah iseng mengeja namamu, cerewet mengingatkanmu, berbisik manja, atau menyanyikan melodi rindu.

Aku juga sering mengunjungi mata kakimu, di situ aku akan membawa kamera, ku potret langkah-langkah yang kau pijak, kemanapun di seluruh dunia.

Aku juga suka duduk-duduk di sela jemarimu. Di situ daerah hangat kedua setelah lengan. Maaf, aku suka tak sengaja tertidur disana.


Jadi Nona, sadarkah kamu?

Ada aku yang menjejaki semuamu.

Ada aku yang ingin menjadi udaramu.




oleh Rahne Putri.

soundcloud musikalisasi


.
0

Untuk Sebuah Rindu

.




Atas segala kesederhanaanmu, keceriaan, peluh dan bahagiaku,
aku merindukanmu, Jogja.



.
0

Gerimis Pagi

.




...dan pada sebuah gerimis pagi, bumi sedang menuliskan puisi kehilangannya.
tentang kita, yang tak pernah lagi ada.



.
0

Tentang Sebuah Kerinduan

.



Kerinduanku sudah diambang pesakitan,
kepada sunyi,
sampaikan salam untuk anak rinduku, disana.
Dia telah basah oleh air mata, dia sekarat.


.

0

Secangkir Purnama

.



Secangkir Purnama; 
tempat pikiran-pikiran tersembunyi berenang ke tepi kepulan asap kopi.



.
0

selaksa hujan

.



...and i love rain, with all its painful things.


.
0

selalu, sama.

.



"Dan saat semuanya menjadi terbalik, aku masih akan melihatmu dengan sama"
_Ne.



.
0

Jangan datang, dulu!

.


Jika Tuhan mengijinkan, 
cinta bisa datang dari tempat beribadah yang berbeda.

Jangan datang dulu, Tuhan belum setuju!

Malaikat pun menangis,
ketika sebentuk cinta mengaku memiliki dua Tuhan yang berbeda.
Tuhan tersenyum di atas sana,
kita yang memanggil namanya dengan berbeda.
Siapa tahu di atas sana Tuhan menyetujui perbedaan kita.

Jangan tanyakan aku,
bagaimana rasanya berpisah karena cara berdoa yang tak sama.
rasa itu belum ada namanya, asing.

aku suka mendengarmu mengaji,
kamu suka mendengarku bernyanyi.
Tuhan memang pecinta yang hebat
sampaikan salam untuk Tuhanmu.
Terima kasih karena kamu dicipta lalu tak boleh kucinta.

Bagaimana mungkin Tuhan bisa digadaikan,
milik kita saja bukan, kita miliknya.
Aku kira itu baru benar.

Darimana kamu tahu kalau kita berpisah,
Tuhan kita masing-masing tidak menangis?
Tolong beritahu aku,
apa perbedaan cinta ciptaan Tuhanmu dengan ciptaan Tuhanku?

Jangan pernah bilang kamu tidak kuperjuangkan,
aku hanya tidak sampai hati jika cintamu kepada Tuhanmu berhenti.

Rumah Tuhan kita bersebarangan, kita bisa bertemu di tengah jalan.
nanti kalau sudah dipanggil, kita sama-sama pulang.

Tuhanmu menciptakan engkau terlalu indah,
bahkan sangat indah.
sekarang, kalau aku jatuh cinta kepadamu, apa Tuhanmu marah?
tolong tanyakan Tuhanmu,
bolehkah aku yang bukan umatNya mencintai hambaNya??



_asya.


0

Ketidakpastian Tentang Kepastian

...

       Malam ini, bulan tepat satu putaran lagi mencapai sempurnanya. Ditemani secangkir kopi hitam panas, asap rokok yang tak berjeda mengepul, dan ketidakpastian akan kepastian. Bukan membicarakan tentang kepastian cinta atau segala macam rekaan mengenai cinta itu; iya, cinta bukan lagi jadi kalimat-kalimat utama pengisi tulisan ini. Kali ini berbeda.

       Beberapa hari terakhir ini Tuhan benar-benar sedang menunjukkan kuasanya atas aku. Atas hidupku. Atas semua impianku. Tepat saat ini, di balkon rumah atas, bulan pun sedang mengajariku tentang hidup. Ketidakpastian akan kepastian. Apa yang benar-benar sudah kita yakini, dengan segala apapun yang mendukungnya, bisa musnah dan harus kita ikhlaskan. Bulan yang sedang begitu indahnya menunjukkan kesempurnaan, bisa hilang lenyap seketika. Tertutup mendung yang pekat. Hilang seketika keindahannya. Iya, sering kali kita melupakan satu hal. Takdir Tuhan. Ketika kuasaNya telah ditunjukkanNya, apa daya kita?

       Mungkin benar, ketika Tuhan telah menunjukkan kuasaNya, kita sudah tak berkutik sama sekali mengenai apa yang sudah digariskannya. Tapi terkadang kita lupa, khususnya aku. Bodoh. Kita masih menghujat. Kita masih menyalahkan. Berguna? Sama sekali tidak. Itu sudah ranah kuasa Tuhan atas hasil dari semua yang telah kita usahakan, kita tidak berhak mencampurinya. Kita sebagai manusia sudah digariskan apa saja yang menjadi kewajiban kita sebagai makhlukNya. Berusaha sekuat tenaga, segila-gilanya, dan meminta yang terbaik. Itu saja. Tidak lebih. Hasilnya? Itu sudah hak prerogatif Tuhan atas kita. Kita sangat tidak pantas mencampuri hal itu. Bukan ranah kita lagi, sebagai manusia.

       Hingga detik ini, sang Sutradara masih mengajariku arti menunggu. Dan aku yakin, apa yang engkau tuliskan untukku, apapun itu nanti, terbaik menurutMu. Tuhan, terima kasih atas semuanya. Aku tahu, tidak ada yang sia-sia atas apa yang telah aku lakukan selama ini. Maafkan aku atas ketidaksabaranku. Tuhan, aku sayang Engkau. :')

Balkon Kamar, 25 April 2013
.
0

untuk segalamu

.


untuk segalamu,
kini, sudah aku cukupkan segala batasku.
aku yang kini tanpamu,
sudah kurelakan berbagi.
Berbagi segala pedihku,
mungkin aku yang terlalu asik mencintaimu.
hingga aku terlalu mengerti arti menunggu.
dan di titik ini aku mengerti,
pun hatiku,
yang sudah tak tahu lagi arti pilu,
bahkan bilur biru di hatiku pun ikut merindu.

kini aku lemah kembali.
lemah dengan segala ketidakberdayaanku tanpamu.
lemah dengan segala ketidakrelaan melepasmu.
lemah dengan semua keterbatasanku.

kini, tidak ada lagi kamu.
apalagi kita, yang bahkan tidak pernah ada
dalam semesta ceritamu.
disini hanya ada aku, tanpamu.

"...sebab, tidak semua yang belum dimulai tak bisa berakhir,
seperti kita, yang akhirnya harus menyerah pada takdir"



aku.
insp. Lagu 'Hari Yang Kau Kenang Nanti' oleh @destaperkasa
0

Dan Semua Hanya Masalah Waktu

.


Dalam pejam, hidup terasa lebih nyaman, karena saat kau terjaga dalam nyata, remah waktu hanyalah menuai getir, menggerogoti sepotong demi sepotong, dinding hatimu yang sudah terlalu tipis, nyaris habis. Namun apa lacur, esok hari, pagi bakal datang lagi, menunggu dibalik pintu untuk kau jumpai, dan itu, hanya bisa kauhadapi, dengan hela nafas panjang, dan senyum yang membisu.

Tadi malam kenangan itu mencair, dan pagi ini sudah jadi embun, sejuknya sampai di pucuk-pucuk daun. Aku kembali memulai pagi, menyusuri jalan-jalan yang biasa kita lewati, memutar lagu-lagu yang biasa kita nyanyikan, semuanya masih sama, sungguh masih sama, hingga ditepi jalan itu, aku kembali sadar, tak ada lagi jejakmu, dan aku benci itu.

Aroma pagi yang ranum, dengan sepuluh pasang burung gereja, diatas tiang listrik tua sebelah utara. Kau terjaga, masih memeluk selembar syal merah jambu, yang sudah kusut penuh ruas, namun wanginya masih seperti tadi malam, persis sebelum kau menutup pintu, memadamkan mata lampu. Kini cuma ada hening, dan kau masih menatap cangkir-cangkir kopi, yang mendingin sisa semalam.




Acho
0

Surga Yang Kupiilih Sendiri

.


Sepertinya aku semakin sulit memahami rindu.
Seketika saja aku bisa mendengar tawa yang pecah seperti hujan,
lalu disaat yang sama, mendengar isakan tangis yang tertahan,
semacam nyanyi hujan di kejauhan.
Andai saja aku bisa menyederhanakan rindu,
sesederhana mereguk secangkir kopi hangat,
dibawah langit yang gerimis sebuah balkon kamar.

Kau tahu sayang?
Aku selalu memimpikan untuk pulang. 
Pulang menuju rumahku yang sesungguhnya.
Pulang ke tempat dimana hanya ada kita,
dua tungku perapian, dan selimut tebal coklat tua.
Apakah ada surga yang lebih indah daripada itu?
kalaupun ada, aku akan memilih surgaku sendiri,
bersamamu.

Kaulah segala peristiwa,
rangkai cerita disepanjang koridor masa,
meninggalkan sejuta kata,
melabuhkan rahasia,
mengekalkan rindu.
Apakah waktu? Apakah luka?
apapun, aku hanya menolak rindu, menyaksikanmu tak ada. 
Sungguh,
segalanya akan menjadi seluruh yang utuh, rinduku, Tuhanku.



.
0

Seteguk Puisi Untuk Dahagamu, Ibu

...


Perut membuncit saksi kita pernah ada
Tangan kasar saksi kita dirawatnya
Jari yang merapuh saksi kita disentuhnya

Kerutan wajah yang menua saksi kita telah dibesarkanya
Daster lusuh saksi kita diberinya makan
Tak tau waktu untuk tidur saksi kita menangis di gendongnya
Mata sayu saksi doanya untuk kita
Rambut tak beraturan saksi sarapan disediakanya


Sujud terimakasih anakmu haturkan
Untuk kerelaan
Kerelaan untuk tampil sederhana
Untuk sebuah harapan
Harapan yang menjelma sebagai doa
Doa untuk selalu melihat anakmu menggapai asa


Mungkin kau tak meraih
Namun tanganmu menyangga untuk anakmu meraih

Meraih sebuah impian
Impian yang kelak kau ceritakan
Kepada malaikat pencabut nyawa
Hingga akhirnya kau berkata
"Regangkanlah nyawaku"
"Tugasku tlah usai"
"Air mataku tlah kering karena kebahagian"
"Bahagia melihat anakku bahagia"

Terimakasih IBU...
Untuk jalan asa yang kau tutur.



Timotius Ferdian Prihatmoko

semacam pelega.

.


mungkin benar,
kehilangan seseorang yang kita cintai itu menyedihkan.
namun,
kehilangan seseorang yang belum pernah kita miliki,
jauh lebih menyakitkan, saya kira.
seperti kita kehilangan sesuatu yang bahkan kita sendiri
belum pernah menemukannya.

ah, hidup.
sulit sekali ditebak, hampir mustahil.
namun, kita punya Tuhan.
yang dengan 'iya'Nya, laut pun bisa menjadi tawar.
terkadang orang lupa, bahwa kita punya Dia.

...dan sampai dibaris ini, aku sudah tak tahu
apa yang sedang aku tuliskan.
ah, sudahlah!!


.


0

ah, kamu.

...


Bukan mauku untuk tidak memberimu kepastian,
tapi bersama kamu, tidak lebih dari sekadar cerita karangan.
 yang akhirnya belum tentu berbahagia,
yang akhirnya hanya meninggalkan luka.

Aku adalah air,
adalah udara, juga angin.
Aku bentuk segala yang kamu perlukan.
Sekaligus kebosanan yang selalu ingin kamu tinggalkan.

Aku belum tentu menemukan lagi yang sepertimu,
atau mungkin…
Aku tidak akan mencarinya dan akan selalu menginginkanmu.

aku tidak pernah berharap untuk
menjadi orang yang
terpenting dalam hidupmu,
karena itu merupakan
permintaan yang terlalu besar
bagiku…

aku hanya berharap suatu
saat nanti jika kau
melihatku…
kau akan tersenyum dan berkata….
“...dialah orang yang selalu menyayangiku…”



_chacha

.
0

ah, entah.

entah.
mungkin karena hujan.
mungkin karena temaram lampu kamar.
atau sunyi semesta rindu,
yang sedang mengguratkan jelas alur wajahmu.

aku kembali lemah.
ketika sapamu mengoyak lagi dinding bilur pilu hatiku.
semua tegar yang perlahan aku titi, runtuh seketika.
tak tersisa.

ah, sudahlah.
mungkin takdir Tuhan sudah tak lagi memihak inginku.
kamu.
Iya, kamu; masih menjadi nadi dalam setiap inchi ceritaku.
Tuhan, maafkan aku...

0

Untukmu, Canduku.

.


untukmu, yang telah mengajariku menunggu.
mungkin benar,
mencintaimu telah menjadi candu dalam diamku.
seperti senja yang tak pernah lelah menunggu kicauan semesta biru.
dalam diamku,
candu rindumu telah menjadi obat dalam haru ceritaku.
dan dalam canduku,
kau telah menjadi jari-jari manis dalam nadi tulisanku.

aku mulai lelah,
pun kita, yang tak pernah ada dalam alur cerita melodikmu.
seperti hujan,
yang candu akan nyanyian puisi dalam cangkir kopi hitamku.

aku sudah tak lagi tahu,
kemana lagi diam ini akan menepikan rindu.
bersama temaram malam yang mengejawantahkan sembilu.

sudah?atau aku harus akhiri ceritaku??!
tidak!! semestaku masih menginginkanmu sebagai bentuk nyata rinduku,
pun hujan, yang masih menyanyikan biru harapku.

lelah? Iya.
tapi kamu, telah mengajariku arti menunggu.
kamu yang telah membuatku candu dalam diamku.

dan kamu,
yang selalu menjadi muara dalam setiap cerita senja, hujan, dan kopi hitamku.



untukmu, ra.

0

Berdamailah, kamu.

.

kalau aku.. 
BUKANNYA TERPAKU DIMASA LALU..
TAPI MEMILIH YANG TERBAIK UNTUK MASA DEPAN..
kalau belum ditemukan aku hanya perlu yakin..
bahwa seseorang telah dipersiapkan..
aku saja yang belum sampai tujuan..


.nai
0

Ayah, Pemilik Cinta Yang Terlupakan

.


Seorang Ayah tak akan begitu nampak cintanya,
Ia selalu menyembunyikan cintanya dibalik kelembutan ibu,
Rindunya senantiasanya terpendam dibalik ketegasannya.

Kasihnya akan terlihat setelah ia tiada,
Pesannya akan tersimpan saat kita mengenang
kalimat-kalimat pedasnya untuk kita,
anak yang selalu ingin dijaga dan diayominya,

Sayangnya begitu sejati dibalik kekerasannya mendidik,
menjadikan anak-anaknya manusia yang bisa berarti, berguna.

Cintanya sangat utuh bisa kita rasakan
ketika ia telah meninggalkan kita, selamanya.


_Eidelweis
Back to Top