0

untuk segalamu

.


untuk segalamu,
kini, sudah aku cukupkan segala batasku.
aku yang kini tanpamu,
sudah kurelakan berbagi.
Berbagi segala pedihku,
mungkin aku yang terlalu asik mencintaimu.
hingga aku terlalu mengerti arti menunggu.
dan di titik ini aku mengerti,
pun hatiku,
yang sudah tak tahu lagi arti pilu,
bahkan bilur biru di hatiku pun ikut merindu.

kini aku lemah kembali.
lemah dengan segala ketidakberdayaanku tanpamu.
lemah dengan segala ketidakrelaan melepasmu.
lemah dengan semua keterbatasanku.

kini, tidak ada lagi kamu.
apalagi kita, yang bahkan tidak pernah ada
dalam semesta ceritamu.
disini hanya ada aku, tanpamu.

"...sebab, tidak semua yang belum dimulai tak bisa berakhir,
seperti kita, yang akhirnya harus menyerah pada takdir"



aku.
insp. Lagu 'Hari Yang Kau Kenang Nanti' oleh @destaperkasa
0

Dan Semua Hanya Masalah Waktu

.


Dalam pejam, hidup terasa lebih nyaman, karena saat kau terjaga dalam nyata, remah waktu hanyalah menuai getir, menggerogoti sepotong demi sepotong, dinding hatimu yang sudah terlalu tipis, nyaris habis. Namun apa lacur, esok hari, pagi bakal datang lagi, menunggu dibalik pintu untuk kau jumpai, dan itu, hanya bisa kauhadapi, dengan hela nafas panjang, dan senyum yang membisu.

Tadi malam kenangan itu mencair, dan pagi ini sudah jadi embun, sejuknya sampai di pucuk-pucuk daun. Aku kembali memulai pagi, menyusuri jalan-jalan yang biasa kita lewati, memutar lagu-lagu yang biasa kita nyanyikan, semuanya masih sama, sungguh masih sama, hingga ditepi jalan itu, aku kembali sadar, tak ada lagi jejakmu, dan aku benci itu.

Aroma pagi yang ranum, dengan sepuluh pasang burung gereja, diatas tiang listrik tua sebelah utara. Kau terjaga, masih memeluk selembar syal merah jambu, yang sudah kusut penuh ruas, namun wanginya masih seperti tadi malam, persis sebelum kau menutup pintu, memadamkan mata lampu. Kini cuma ada hening, dan kau masih menatap cangkir-cangkir kopi, yang mendingin sisa semalam.




Acho
0

Surga Yang Kupiilih Sendiri

.


Sepertinya aku semakin sulit memahami rindu.
Seketika saja aku bisa mendengar tawa yang pecah seperti hujan,
lalu disaat yang sama, mendengar isakan tangis yang tertahan,
semacam nyanyi hujan di kejauhan.
Andai saja aku bisa menyederhanakan rindu,
sesederhana mereguk secangkir kopi hangat,
dibawah langit yang gerimis sebuah balkon kamar.

Kau tahu sayang?
Aku selalu memimpikan untuk pulang. 
Pulang menuju rumahku yang sesungguhnya.
Pulang ke tempat dimana hanya ada kita,
dua tungku perapian, dan selimut tebal coklat tua.
Apakah ada surga yang lebih indah daripada itu?
kalaupun ada, aku akan memilih surgaku sendiri,
bersamamu.

Kaulah segala peristiwa,
rangkai cerita disepanjang koridor masa,
meninggalkan sejuta kata,
melabuhkan rahasia,
mengekalkan rindu.
Apakah waktu? Apakah luka?
apapun, aku hanya menolak rindu, menyaksikanmu tak ada. 
Sungguh,
segalanya akan menjadi seluruh yang utuh, rinduku, Tuhanku.



.
Back to Top