Tampilkan postingan dengan label aurora. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aurora. Tampilkan semua postingan

Untuk Kamu

.


Adakah yang lebih ramai dari riuh tawa canda?
Ada. 
Dua cangkir kopi dengan kita yang saling memenjarakan kata, dan membiarkan mata kita saling bicara.

Adakah yang lebih sepi dari kesendirian?
Ada. 
Ketika dua manusia saling mencinta tanpa ada ‘kita’ diantaranya.

Adakah luka yang lebih menyakitkan dari putus asa? 
Ada.
Ketika bertahan adalah pilihan terakhir dalam air mata pesakitannya.

Adakah jalan yang lebih panjang dari jarak yang pernah ada?
Ada. 
Itulah kita.

Terima kasih sudah datang, lagi, dan pergi tanpa pamit, untuk kesekian kalinya.

Darimu, aku banyak belajar tentang rasa sakit.
Darimu, aku banyak belajar tentang mimpi.
Darimu, aku banyak belajar cinta,
iya, bahwa cinta memang tidak selalu harus memiliki.

Rasa itu masih sama. Bahkan getarannya. Apalagi kenyamanannya.
Hanya saja, rasa itu tak bernama, asing.
Pun bertuan, dia piatu sekarang, tak bernona.

Bahkan aku terlalu mencintai setiap pertemuan kita, walau selalu berujung sajak tak bernama.

Jaga diri kamu baik-baik. 
Sampai bertemu lagi, disuatu nanti yang kapan entah.

Jika esok kau datang lagi, 
semoga aku sudah siap, untuk pesakitan selanjutnya.




.
0

Untukmu, Canduku.

.


untukmu, yang telah mengajariku menunggu.
mungkin benar,
mencintaimu telah menjadi candu dalam diamku.
seperti senja yang tak pernah lelah menunggu kicauan semesta biru.
dalam diamku,
candu rindumu telah menjadi obat dalam haru ceritaku.
dan dalam canduku,
kau telah menjadi jari-jari manis dalam nadi tulisanku.

aku mulai lelah,
pun kita, yang tak pernah ada dalam alur cerita melodikmu.
seperti hujan,
yang candu akan nyanyian puisi dalam cangkir kopi hitamku.

aku sudah tak lagi tahu,
kemana lagi diam ini akan menepikan rindu.
bersama temaram malam yang mengejawantahkan sembilu.

sudah?atau aku harus akhiri ceritaku??!
tidak!! semestaku masih menginginkanmu sebagai bentuk nyata rinduku,
pun hujan, yang masih menyanyikan biru harapku.

lelah? Iya.
tapi kamu, telah mengajariku arti menunggu.
kamu yang telah membuatku candu dalam diamku.

dan kamu,
yang selalu menjadi muara dalam setiap cerita senja, hujan, dan kopi hitamku.



untukmu, ra.

Back to Top