0

kepada waktu, yang mengajariku menunggu.


...

Aku selalu kagum, kepada setiap ketukan detik, yang merangkak pelan-pelan pada jam dinding bundar itu.
Selalu saja penuh rahasia, menyelundup diam-diam, namun tak pernah lupa menanam benih-benih cerita.
Kau, aku, adalah jiwa-jiwa yang menari, berpijak dari satu titik ke titik lainnya, menebar tawa, meluruhkan air mata, melahirkan sebuah peristiwa.
Kepada celah sunyi, malam melantunkan jiwanya,
disela nyanyian-nyanyian angin yang sekilas melintas, menggoyangkan ranting-ranting kurus diujung jalan.
Malam sudah semakin membungkuk, mungkin terlalu takut bertemu pagi.
Rembulan sudah mati, hilang pendarnya ditepi subuh, hanya hening, selebihnya cuma rindu.


_Acho

0 comments:

Back to Top