0

#kamu

 ...

Diam dibelit semesta maya. Terbang rendah diantara nalar dan jiwa yang tak kompromi. 
Mencintaimu tanpa aku bertanya lagi.

Cintaku bersembunyi pada arakan risau. Meniti tak pasti di jembatan hatimu.

               Lebih karena mencintaimu adalah karunia, 
               aku menanggalkan seribu alasan
               mengapa memilihmu —saat ini atau nanti.

Penantianku bertekuk pada lipatan sunyi yang mencekik. Kuisap gerah yang telantarkan galau. Masihkah tanda cintamu untukku? Semoga, nyata.


 
Diam diam aku merindukan jarak. Di silang perjalanannya, pentahbisan cintaku menemui batu ujiannya. Kukuh erat mendekapmu dalam kepatuhan dan penyatuan janji atau berseteru dengan nalar dan hati.

“Lalu dimana janji penyatuan itu?”

Aku menyimpannya di cetak biru kenangan.

“Kapan kau tepati janjimu?”

Ketika tak ada alasan yang kutemukan selain dirimu.



Rindumu menderas hujan. Dan aku telah meminumnya. Tapi aku tetap kehausan.

Maka dari bibirku, reguklah air rindu sepuasnya,
bahkan mengering kerontang hingga kita tak perlu kenal lagi apa itu bosan
.
        “…hingga kita tak kenal lagi apa itu kehausan. 
        Karena rindu mengairi bibir kita, dalam jarak sekalipun.”



_emka

0 comments:

Back to Top